Rabu, 07 November 2012

Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Gowa : Cikal Bakal Institut Teknologi Gowa


Inilah Kampus Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang berada di Jalan Poros Malino Eks-Pabrik Kertas Gowa. Jaraknya kira-kira 20 km dari pusat kota Makassar. Kampus ini rencanyanya akan diresmikan Desember 2013 mendatang oleh Bapak Presiden RI. Kampus ini juga akan menjadi Institut Teknologi Pertama yang ada di luar pulau Jawa dan setingkat dengan ITB dan ITS.


Rabu, 31 Oktober 2012

Ronrong Lino : Pengetahuan Orang Melayu Makassar tentang Gempa Bumi

Ronrong Lino adalah salah satu kearifan lokal yang dimiliki oleh orang Melayu Makassar yang bermukim di wilayah Sulawesi Selatan. Ronrong Lino berupa naskah kuno yang berisi tentang ramalan peristiwa yang dihubungkan dengan waktu terjadinya bencana gempa bumi. 
1. Asal-usul 

Orang Makassar tidak hanya dikenal sebagai kaum pelaut yang gagah berani. Suku bangsa Melayu serumpun yang terdapat di Indonesia bagian timur ini ternyata juga punya warisan budaya berupa karya sastra yang cukup dikenal. Salah satunya adalah Lontara Patturioloanna to Gowaya, yakni sebuah kitab sastra yang berisi beragam cerita tentang sejarah raja-raja Gowa dan pengetahuan budayanya (Syarifudin Kulle, dkk., 2010). Di dalam kitab yang berupa lontaran (lontar) ini, terkandung banyak sekali ilmu pengetahuan yang diwariskan oleh leluhur orang Makassar, salah satunya adalah Ronrong Lino.

Ronrong lino adalah pengetahuan leluhur orang Makassar yang berisi tentang ramalan peristiwa berdasarkan gempa bumi yang dihubungkan dengan bulan terjadinya peristiwa tersebut. Berdasarkan ramalan ini, orang Makassar zaman dulu memiliki berbagai persiapan dalam rangka mengarungi hidup. Wujud asli teks ronrong lino (juga seluruh teks dalam lontara) adalah berupa catatan kuno berbahasa Makassar namun ditulis dengan aksara Arab. Namun, saat ini hanya sedikit orang yang mampu dan mau membaca lontara ini. Akibatnya, pengetahuan yang terkandung di dalamnya pun terancam punah (Kulle, dkk. 2010).

2. Konsep Ronrong Lino 

Syarifudin Kulle dan kawan-kawan (2010) menerjemahkan konsep Ronrong Lino dari bahasa Makassar ke bahasa Indonesia secara harfiah sebagai berikut:

Menurut leluhur Bugis, ramalan ini didasarkan pada pengetahuan bahwa tanah/bumi ini itu laksana laki-laki dan perempuan. Tanah/bumi diciptakan Allah SWT di tanduk kerbau Jawa. Kerbau Jawa itu batu tempat berdirinya. Batu itu telur tempat berpijaknya. Telur itu ikan tempat berpijaknya. Ikan air tempat hidupnya. Air berpijak di kilat, kilat dari gemuruh berpijak dan gemurug dari awan berpijak, itulah yang disebut siksa. Allah menciptakan setan dan malaikat yang menguasai langit dan tanah. Jika Allah menginginkan bencana, ditariklah urat tanah oleh malaikat, itulah gempa bumi. Takdir baik dan buruk yang menimpa masyarakat seiring gempa bumi bergantung pada bulan kejadiannya (Kulle, dkk. 2010).

Ronrong Lino menjadi semacam nubuat yang didasarkan atas peristiwa gempa bumi berdasarkan waktu terjadinya. Adapun waktu-waktu yang dimaksud beserta maknanya adalah sebagai berikut:

a. Bulan Muharam
  • Bila gempa terjadi pada waktu Subuh, maka akan ada peperangan.
  • Bila terjadi waktu Duha (pagi menjelang siang), maka pertanda barang-barang akan dijual dengan harga besar.
  • Bila terjadi pada tengah hari, maka pertanda akan datang berkah dan rejeki.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda akan ada peperangan.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda akan ada pembesar akan lengser.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda banyak orang mati dalam peperangan.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda akan datang rejeki dari Allah.
b. Bulan Safar
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda pemerintah tidak melaksanakan amanah.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda wabah penyakit akan datang.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda akan datang peperangan.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan ada pembesar yang akan lengser.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda tanah longsor dan bencana alam lainnya akan menimpa.
c. Bulan Rabbiul Awal
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda bencana kelaparan akan datang.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda akan datang berkah.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda akan datang tamu dari jauh.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda baik bagi penduduk.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan datang peperangan.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda buruk bagi penduduk.
d. Bulan Rabbiul Akhir
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda penduduk akan mengungsi karena ada bahaya mengancam.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda penduduk akan mendapat berkah.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka penduduk akan mendapat rejeki dari Allah yang datang dari langit dan bumi.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda akan terjadi peperangan.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda negeri akan ditimpa malapetaka.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda dunia sudah tua dan akan kiamat.
e. Bulan Jumadil Akhir
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda penduduk akan bersuka ria.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda akan ada peperangan.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda akan datang tamu dari jauh.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda buah-buahan akan tumbuh.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan timbul kekacauan di mana-mana.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda alamat buruk bagi penduduk suatu negeri.
f. Bulan Jumadil Awal
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda terjadi keributan di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda akan datang petaka di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda banyak orang yang akan kerasukan atau kesurupan.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda akan terjadi pertumpahan darah di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan terjadi angin topan.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda alamat buruk bagi penduduk.
g. Bulan Rajab
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda penduduk negeri akan bersuka ria.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda wabah penyakit akan melanda negeri.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda akan terjadi keributan di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda penduduk akan hidup sejahtera.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan datang kesejahteraan.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda alamat baik bagi suatu negeri.
h. Bulan Sya’ban
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda alamat buruk bagi penduduk.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda negeri akan mendapat murka dari Allah.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda tanaman padi akan tumbuh dengan baik dan penduduk akan sehat.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda alamat baik bagi suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Maghrib atau Isya’, maka pertanda alamat buruk bagi penduduk suatu negeri.
i. Bulan Ramadhan
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda akan ada raja/pembesar yang wafat.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda akan terjadi peperangan di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda baik bagi penduduk suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda buruk bagi penduduk negeri.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda wabah penyakit akan melanda suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda akan ada pujian dari negara luar terhadap suatu negeri.
j. Bulan Syawal
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda akan terjadi perselisihan di penduduk suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu malam, maka pertanda banyak warga akan tewas.
k. Bulan Zulqaidah
  • Bila gempa terjadi saat siang hari, maka pertanda akan terjadi bencana kelaparan.
  • Bila terjadi waktu malam, maka pertanda harga barang-barang akan murah dan Allah menurunkan rejeki pada penduduk suatu negeri.
l. Bulan Zulhijah
  • Bila gempa terjadi saat siang hari, maka pertanda akan terjadi bencana kelaparan, namun penduduk masih bisa tenang karena usaha penanggulangan akan berhasil.
3. Nilai-nilai 

Pengetahuan orang Makassar tentang Ronrong Lino mengandung nilai-nilai luhur dalam kehidupan, antara lain:
  • Melestarikan tradisi. Ronrong Lino merupakan tradisi yang penuh ajaran luhur. Mengingat saat ini generasi orang Makassar yang dapat membaca lontara aslinya, maka penerjemahan penting untuk terus dilanjutkan sebagai usaha pelestarian tradisi.
  • Nilai Sastrawi. Nilai ini tercermin dari teks Ronrong Lino sebagai karya sastra orang Makassar yang ditulis dalam bentuk cerita sastra yang penuh makna.
  • Menerapkan ajaran Islam. Ronrong Lino berhubungan erat dengan ajaran Islam tentang ketuhanan. Olehn karena itu, pemahaman terhadap pengetahuan ini juga merupakan penerapan terhadap ajaran agama Islam.
  • Memahami tanda-tanda. Nilai ini tercermin dari peristiwa gempa bumi yang harus diambil maknanya dari tanda-tanda yang ada dengan dihubungkan dengan bulan terjadinya.
4. Penutup 

Ronrong Lino adalah salah satu bentuk kearifan lokal orang Makassar. Dengan pengetahuan ini, leluhur orang Makassar mengajarkan untuk mempersiapkan diri terhadap bencana yang terjadi. Pengetahuan ini sepertinya menguatkan akan fakta betapa negeri ini rentan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, dan sebagainya, sehingga pengetahuan ini penting untuk dilestarikan.

(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com)

Referensi
  • Syarifudin Kulle, dkk. 2010. Lontara Patturioloanna tu Gowaya. Gowa: Proyek Pengembangan Minat dan Budaya Baca Dinas Pendidikan Nasional.

Kamis, 25 Oktober 2012

Tradisi Maudu' Lompoa (Maulid Nabi) di Cikoang

Maulid Akbar Cikoang atau biasa disebut Maudu’ Lompoa Cikoang (dalam bahasa Makassar) merupakan perpaduan dari unsur atraksi budaya dengan ritual-ritual keagamaan yang digelar setiap tahun di Bulan Rabiul Awal berdasarkan Kalender Hijriyah yakni untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh masyarakat Cikoang sebagai turunan anak cucu Nabi Muhammad SAW yang datang menyebarkan ajaran agama Islam di Cikoang dan sampai saat ini dikenal dengan nama keluarga Sayyek. Kagiatan untuk tahun ini rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 16 April 2007. Maudu Lompoa Cikoang adalah pesta keagamaan masyarakat Cikoang yang sarat dengan nilai-nilai budaya yang terus dilestarikan turun-temurun. Pelaksanaan Maudu Lompoa mempunyai ritual-ritual dan prosesi adat yang dilaksanakan selama 40 hari sebelum puncak acara pesta.

Prosesi Ritual Maudu Lompoa antara lain ;
  • A’je’ne’-je’ne’ Sappara : Prosesi awal yang wajib dilakukan oleh masyarakat Cikoang yang akan melakukan Maudu Lompoa. Proses ini hanya dilakukan pada tanggal 10 Bulan Syafar setiap tahunnya, dalam proses mandi ini dipimpin oleh ‘Anrong Guru’ yang diikuti oleh ribuan warganya dengan tujuan atau dipercaya dapat membersihkan jiwa dan raga dari najis.
  • Annyongko Jangang : Proses menangkap dan mengurung ayam yang akan digunakan dalam acara Maudu Lompoa. Proses mengurung ayam ini berlangsung selama 40 hari 40 malam dan bertujuan untuk menghindari atau membersihkan ayam dari kotoran-kotoran yang mengandung najis baik makanannya maupun tempatnya.
  • Angnganang Baku : Proses membuat tempat menyimpan makanan yang akan digunakan dalam Maudu Lompoa. Bakul tersebut dari daun lontar, proses ini tidak boleh dilakukan oleh wanita haid serta pembuatannya hanya boleh berlangsung dalam bulan Syafar.
  • Anggalloi Ase : Proses menjemur padi. Dalam proses ini padi dijemur dalam lingkaran pagar untuk menghindarkan padi dari sentuhan najis yang dibawa oleh binatang. Proses ini hanya boleh berlangsung pada bulan Rabiul Awal.
  • A’dengka Ase : Proses menumbuk padi hanya dilakukan pada bulan Rabiul Awal. Dalam proses ini tidak diperbolehkan menggunakan mesin melainkan hanya menggunakan lesung.
  • Ammisa’ Kaluku : Proses mengupas kelapa, dimana kelapa yang akan dikupas harus kelapa yang utuh, dalam pengertian tidak cacat dan sebisa mungkin berasal dari kebun sendiri serta dipanjat sendiri. Dalam pengupasannya harus di tempat yang bersih dan terhindar dari najis.
  • Ammolong Jangang : Proses penyembelihan ayam harus menggunakan pisau yang tajam serta wajib hukumnya menghadap ke Kiblat, tempat yang digunakan untuk menyembelih ayampun haruslah dikelilingi pagar agar terhindar dari najis.
  • Pamatara Berasa : Proses memasak beras tetapi tidak sampai menjadi nasi siap saji (setengah matang) ini dimaksudkan agar beras/nasi tersebut tidak mudah basi.
  • Ammonei Baku’ : Proses mengisi Bakul dengan nasi setengah matang, ayam goring, telur masak. Dalam mengisi bakul diharamkan bagi wanita haid, dan mengisinya dengan do’a-do’a tertentu.
  • Anno’do’ Bayao : Proses menghias telur dengan warni-warni tertentu agar tampak menarik dan diberi pegangan dari bambu yang diruncingkan. Tujuan kegiatan ini agar telur dapat berdiri tegak di atas bakul sekaligus untuk memperindah penampakan bakul.
  • A’Rate’ : Kegiatan A’rate’ adalah menyanyikan puji-pujian dalam bahasa Al-Qur’an (Bahasa Arab) yang bertujuan untuk mengucap syukur dan terima kasih kepada Allah SWT dan serta Nabi Muhammad SAW atas limpahan berkah dan rezeki yang diterimanya sekaligus sebagai do’a keselamatan. Proses ini dipimpin oleh Anrong Guru.
  • Julung-Julung / Kandawari : Kedua tempat ini adalah tempat untuk menyimpan baku’ maudu yang telah dirateki yang mana diartikan sebagai perumpamaan kendaraan Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra’ Mi’raj yang bernama Rafa Rafing.
- Julung-julung adalah tempat yang berbentuk perahu dan memiliki tiang atau kaki.
- Kandawari adalah tempat yang berbentuk segi empat yang juga mempunyai kaki. 

Sumber : Kantor Pariwisata Kabupaten Takalar

Minggu, 14 Oktober 2012

Upacara Kematian Adat Toraja

Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.
Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya(dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.

Sebuah makam.
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.
Toraja demikian dikenal dengan tradisi upacara penyempurnaan kematian yang sering disebut rambu solo. Saya menyebutnya upacara penyempurnaan kematian, karena seseorang yang meninggal baru akan dianggap benar-benar telah meninggal setelah keseluruhan prosesi dalam upacara ini digenapi. Sebelum digenapi prosesinya, orang yang meninggal hanya dianggap sedang "sakit" atau "lemah", sehingga jasadnya tetap dibaringkan di tempat tidurnya serta kepadanya selalu duhidangkan makanan & minuman, sirih pinang atau rokok, bahkan tetap diajak berdialong sekalipun sudah tentu tidak akan memberikan suara. Pokoknya tetap diperlakukan seperti orang yang belum mati.

Lebih daripada itu, rambu solo merupakan upacara pembekalan dan persembahan kepada yang meninggal untuk melangkah ke alam roh, kembali kepada keabadian bersama para leluhur melalui sebuah peristirahatan yang disebut PUYA. Bekal dan pendamping perjalanan menuju keabadian ini tidak terbatas pada hewan korban yang disembelih pada upacara saja, tapi juga pada harta benda berupa pakaian, perhiasan, hingga uang yang dihantarkan bersama jasad orang yang meniggal ke tempat pekuburan. Kepada leluhur yang telah meniggal jauh sebelumnya, dapat pula dititipkan persembahan korban sembelihan melalui sanak keluarganya yang sedang diupacarakan. Dalam setiap upacara inilah kesetiaan dan kecintaan setiap toraja kepada para leluhurnya, di dalam hidup dan matinya.

Toraja percaya bahwa setelah meniggal, arwah seseorang akan menempuh perjalanan ke PUYA. Puya ini sendiri adalah nama sebuah kampung di wilayah selatan tana toraja. Di sanalah dunia dimana para arwah berada, yang kemudian pada suatu waktu nanti akan mengalami transformasi kembali menjadi setingkat dewa yang berdiam di langit, tempat manusia dibentuk untuk pertama kalinya. Toraja menyebutnya to mebali puang.

Kembali tentang rambu solo sebagai upacara penyempurnaan kematian, segala persembahan yang dibawa oleh seorang yang meniggal akan menentukan juga statusnya di alam Puya. Tanpa bekal yang pantas, arwah seseorang tidak akan diterima dengan layak ketika tiba di Puya.

 

 Source : 

Rabu, 25 Juli 2012

Pisang Ijo, Makanan Favorit Berbuka di Makassar

Setiap daerah, memiliki menu khas saat berbuka puasa, begitu juga dengan Makassar, Sulawesi Selatan. Seperti umat Islam di daerah lainnya, di Makassar pun umat Islam biasanya senang berburu menu buka puas, salah satunya Pisang Ijo.

Pilihan Pisang Ijo, karena rasanya yang manis dan gurih. Disebut Pisang Ijo karena Pisang yang menjadi bahan utamanya dibalut dengan adonan berwarna hijau.

Cara membuatnya sederhana saja. Bahan yang digunakan juga tidak terlalu rumit. Cukup dengan gula, tepung beras, santan kelapa, daun pandan serta pisang raja yang telah dikukus.

Pembuatan Pisang Ijo dimulai dengan membuat adonan pembungkus pisang yang berwarna hijau. Warna hijau diperoleh dari daun pandan. Pembuatan adonan Pisang dimulai dengan mencampurkan daun pandan dengan santan kelapa yang telah dididihkan untuk kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender.

Hasilnya akan disaring untuk diambil airnya. Air hasil penyaringan, kemudian dimasukkan secara perlahan ke dalam campuran tepung beras dengan gula hingga membentuk adonan. Hasil adonan, kemudian dikukus, hingga padat. Hasil adonan inilah yang digunakan untuk membungkus pisang.

Setelah pembungkus pisang selesai, langkah selanjutnya adalah membuat saus Pisang Ijo. Saus Pisang Ijo dibuat dari campuran tepung gula dan sedikit garam. Hasil campuran, kemudian dituangkan ke dalam santan kelapa yang telah dipanaskan sebelumnya. Hasil campuran ini dimasak sampai mendidih hingga menjadi saus Pisang Ijo.

Makanan ini bisa disajikan hangat maupun dingin. Agar lebih enak bisa ditambah sirup dan es serut, pasti rasanya lebih enak.

Resep :
Bahan yang diperlukan untuk membuat Es Pisang Ijo :
  • 1/2 tetes pewarna hijau
  • 50 g tepung sagu
  • 175 g tepung beras, ayak
  • 1/2 sdt garam
  • 100 ml air daun suji
  • 6 buah pisang raja matang
  • 300 ml air
Sedangkan untuk buburnya, bahan dari resep ini adalah
Bubur:
  • 800 ml santan dari 1 butir kelapa parut
  • 50 g tepung beras
  • 75 g gula pasir
  • 1 lembar daun pandan, simpulkan
  • 1/4 sdt garam
Bahan Pelengkap untuk resep pisang ijo :
  • Es Serut
  • 100 ml sirop cocopandan, siap pakai
  • 100 ml susu kental manis
CARA MEMBUAT:
  1. Campurkan tepung beras, garam, air, air daun suji, dan pewarna hijau, aduk rata. Jerang di atas api kecil hingga mendidih sambil aduk-aduk agar adonan tidak berbutir. Angkat.
  2. Masukkan tepung sagu sedikit demi sedikit sambil aduk-aduk hingga kalis. Bagi adonan menjadi 6 bagian. Bulatkan dan tipiskan hingga 1/2 cm.
  3. Balut setiap pisang dengan adonan tepung beras hingga semua bagian tertutup rata.
  4. Rebus pisang dalam air mendidih hingga mengapung dan adonan matang. Angkat. Tiriskan. Sisihkan.
  5. Bubur: Campurkan santan, tepung terigu, gula pasir, daun pandan dan garam, aduk rata. Jerang di atas api sedang sambil aduk-aduk hingga kental. Angkat.
  6. Penyajian: Potong-potong pisang ijo. Letakkan di atas piring saji. Tuangkan bubur. Tambahkan es serut, sirop, dan susu kental manis.
  7. Sajikan segera.
Es pisang ijo diatas akan menghasilkan 6 porsi dengan kandungan kalori  Kalori per porsi 397. Begitulah resep untuk membuat es yang yami ini. Gampang kan!!! Silahkan anda coba!

Source :

Sabtu, 21 Juli 2012

Kapal Phinisi : Kebanggaan Bugis di mata Internasional

Phinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis danSuku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Phinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi tujuh samudera besar di dunia

Sejarah

Kapal kayu Phinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu, diperkirakan kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an. Menurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo pada abad ke 14, Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai.
Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperisteri Puteri We Cudai. Setelah beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok, Sawerigading kembali kekampung halamannya dengan menggunakan Pinisinya ke Luwu. Menjelang masuk perairan Luwu kapal diterjang gelombang besar dan Pinisi terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru dan Lemo-lemo. Masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang kemudian dinamakan Pinisi.

Ritual pembangunan Pinisi

Para pengrajin harus menghitung hari baik untuk memulai pencarian kayu sebagai bahan baku. Biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh pada bulan yang berjalan. Angka 5 (naparilimai dalle'na) yang artinya rezeki sudah di tangan. Sedangkan angka 7 (natujuangngi dalle'na) berarti selalu dapat rezeki. Setelah dapat hari baik, lalu kepala tukang yang disebut "punggawa" memimpin pencarian.
Pada saat peletakan lunas, juga harus disertai prosesi khusus. Saat dilakukan pemotongan, lunas diletakkan menghadap Timur Laut. Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita. Usai dimantrai, bagian yang akan dipotong ditandai dengan pahat. Pemotongan yang dilakukan dengan gergaji harus dilakukan sekaligus tanpa boleh berhenti. Itu sebabnya untuk melakukan pemotongan harus dikerjakan oleh orang yang bertenaga kuat. Demikian selanjutnya setiap tahapan selalu melalui ritual tertentu.

Jenis kapal pinisi

Ada dua jenis kapal pinisi
  1. Lamba atau lambo. Phinisi modern yang masih bertahan sampai saat ini dan sekarang dilengkapi dengan motor diesel (PLM).
  2. Palari. adalah bentuk awal phinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba.



Tradisi Suro' Baca

Suro'baca atau berdoa bersama untuk para leluhur menjelang Ramadhan merupakan tradisi turun-temurun di kalangan suku Bugis Makassar di Sulawesi Selatan (Sulsel).Acara tradisi ini biasanya dilakukan mulai sepekan hingga satu hari sebelum bulan suci Ramadhan (H-7 sampai H-1 Ramadhan).

Tradisi yang masih tetap terjaga baik di kalangan masyarakat pedesaan hingga perkotaan ini, biasanya diselenggarakan baik per rumah tangga ataupun berkelompok.Sebelum menggelar suro'baca, keluarga mempersiapkan aneka hidangan atau masakan seperti ayam gagape' (mirip opor ayam), ikan bandeng bakar yang dibelah dan diberi cabe dan garam yang sudah dihaluskan, lawa' (urap) dari pisang batu, dan sebagainya sesuai dengan kemampuan ekonomi si empunya hajatan.Untuk kue pencuci mulutnya, dipilih kue-kue tradisional misalnya kue lapis, onde-onde, dan cucuru' bayao.

Setelah semua hidangan tersebut siap disantap, terlebih dahulu diatur sedemikian rupa di ruangan yang disiapkan untuk membaca doa bersama yang dipimpin oleh seorang guru baca atau tokoh adat.Seluruh anggota keluarga akan duduk bersila di depan aneka hidangan sambil mengikuti guru baca berdoa dengan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an serta mendoakan bagi almarhum (leluhur) mendapat keselamatan di akhirat dan keluarga yang ditinggalkan juga mendapatkan keselamatan, kesehatan dan dimudahkan rezekinya.

Prosesi serupa juga dilakukan jika suro'baca dilakukan berkelompok, artinya satu orang sebagai koordinator yang mengumpulkan pendanaan komsumsi, kemudian bersama-sama dengan anggota keluarga besar membuat aneka hidangan yang akan disajikan pada acara suro'baca pada bulan Sya'ban itu.Setelah semuanya siap, maka semua anggota keluarga besar berdoa bersama dipimpin guru baca. Selanjutnya, bersalam-salaman seraya saling memaafkan sebelum memasuki bulan Ramadhan, kemudian besantap siang bersama.

"Makna dari suro'baca ini, agar yang masih hidup tetap mengingat leluhurnya dan mengingat bahwa suatu saat juga akan ke akhirat. Selain itu, acara ini juga menjadi ajang silaturrahim untuk mempererat persaudaraan," jelas Daeng Mappong (75), guru baca yang sudah sepuluh tahun lebih memimpin tradisi suro'baca setiap menjelang Ramadhan di lingkungan suku Bugis Makassar di Kabupaten Maros, Sulsel.

Sementara Daeng Ngalusu (63) yang berperan sebagai bendahara tradisi itu mengatakan, setiap keluarga akan memberikan uang komsumsi sesuai dengan kemampuan dan keikhlasannya. Jadi tidak ditentukan besarannya. Bahkan yang tidak memiliki uang lebih, namun memiliki ternak ayam, biasanya menyumbang beberapa ekor ayam saja. Begitu pula yang berprofesi sebagai petani biasanya memberikan beberapa liter beras untuk berpartisipasi.

Tradisi lain yang mengikuti acara suro'baca ini, bagi kalangan Bugis Makassar yang masih memegang filosofi adat dan tarekattradisional terkait dengan Agama Islam, juga memanfaatkan bulan Sya'ban atau menjelang Ramadhan untuk mengajak putra-putrinya yang sudah akil balik memahami dan mendalami ajaran Islam lebih dekat.Guru tarekat yang sebagian besar adalah penganut tarekat Khalwatiah Syekh Jusuf -- salah seorang penyebar Agama Islam dan pahlawan nasional -- di Sulsel, akan menjadi penuntun bagi putra-putri Bugis Makassar mempelajari mulai tata cara berwudhu, shalat hingga mempersiapkan diri mencari bekal ke alam akhirat.

Begitu pula ziarah kubur menjelang Ramadhan, seakan sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat Sulsel yang masih kental dengan tradisinya.Ketiga tradisi itulah yang masih dapat dijumpai di kalangan keluarga Bugis Makassar di Sulsel yang berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa. Suatu tradisi yang memiliki makna yang mendalam yang intinya memupuk rasa kebersamaan, mengingat kematian dan mengajak berbuat kebajikan.
 
Source : Klik disini

Lebaran Bugis di Kampung Toraja

Berlebaran Idul Adha memang tidak semeriah lebaran Idul Fitri, tapi di tanah Bugis lebaran Idul Adha punya kesan tersendiri. Dalam strata sosial di Bugis Makassar gelar haji punya kedudukan yang penting, seorang bertitel haji mendapat perlakuan khusus di setiap acara perjamuan,kursinya paling depan, namanya sering dibangga-banggakan dan petuahnya menggetarkan penduduk kampung. Maka jangan heran jika dalam setiap lebaran haji suasananya tidak berbeda jauh dengan lebaran Idul fitri.
Saya masih ingat ketika tinggal di kos-kosan, setiap mendekati lebaran haji suasana kos berubah sepi yang tinggal hanya mereka yang berasal dari luar Bugis Makassar. Bagi teman yang berasal dari luar Sulawesi Selatan lebaran haji bukanlah suatu yang wajib untuk pulang kampung, sebaliknya bagi orang Bugis Makassar tradisi pulang kampung saat lebaran haji merupakan hal yang wajib. Sampai disitu teman saya keheranan.
Bukan esensi korban hewan yang mendorong orang pulang kampung tapi lebih dari itu kembali kepada tradisi orang Bugis Makassar yang memandang haji merupakan suatu yang sacral. Kerinduan  untuk mengunjungi Baitullah selalu bersemi di hati orang Bugis Makassar, lebih parahnya bagi yang rindu namu tidak mampu secara ekonomis memilih melakukan ritual sesat berhaji di puncak gunung Bawakaraeng, yang melakukan ritual ini hanya segelintir orang namun selalu saja ada tiap tahunnya.
Berhaji di puncak Bawakaraeng dianggap sama dengan berhaji di Baitullah, entah siapa yang pertama kali memulainya. Biasanya calon haji Bawakaraeng tidak pergi sendirian mereka pergi bersama hewan ternak yang akan di korbankan, kadang karena cuaca ekstrem justru calon haji jadi korban bersama hewan korbannya di amuk badai, korban pun berjatuhan tapi semangat berhaji di sana tetap ada. Sering kali kami memakai istilah haji Bawakaraeng kepada seorang yang gila hormat ingin di akui sebagai Haji tapi belum pernah mengunjungi padang Arafah. Jadilah dia kami sebut haji Bawakaraeng.
————————- *******————————–
Lain lagi di kampung saya di tanah Luwu, berbeda dengan kebanyakan daerah di Sulsel yang didominasi suku Bugis, kami yang tinggal di bawah kaki Gunung Latimojong lebih pas di sebut etnis Toraja. Mengapa saya menyebutnya lebih pas di sebut etnis Toraja ?? ini karena ada kebiasaan umum dari kami di KTP sengaja menulis suku Bugis di KTP kami, padahal bahasa kami lebih dekat 90% dengan bahasa asli Toraja. Bugis selalu di identikkan dengan Islam dan Toraja selalu disebut Kristen, jadilah di KTP kami menulis suku Bugis karena kami Muslim, memang aneh.Saya tidak ingin menjelaskan panjang lebar tentang ikhwal suku ini (Insya Allah di tulisan lain saya bagi pengalaman tentang ini), yang ingin saya sampaikan bahwa tradisi lebaran Idul Adha di kampung Toraja menjadi meriah dengan banyaknya berdatangan imigran Bugis.
Ikhwal kedatangan orang Bugis adalah membuka perkebunan kakao. Suasana lebarannya tidak jauh berbeda dengan lebaran Idul Fitri, saya ingat ketika kecil saat takbir berkumandang agung, kami ke lapangan untuk shalat Idul Adha berbaur bersama dengan orang Bugis, selepas pulang kami melintas di pemukiman suku Bugis. Orang-orang Bugis punya tradisi memanggil setiap orang yang pulang shalat untuk singgah menikmati hidangan lebaran dari mereka, bayangkan setiap rumah melakukan hal yang sama kalau kami tidak pandai-pandai memilih rumah pastinya kami tidak mampu berjalan pulang karena kekenyangan. Di rumah orang Bugis biasanya telah tersedia nasi ketan tiga rupa/tiga warna, sebelum dihidangkan konon makanan itu di bacakan doa-doa khusus, ini tradisi lama yang ada sebelum masuknya Islam.
Bukan hanya makanan yang berbeda hari itu, suasana kampung juga berbeda, beberapa hari sebelum lebaran pagar-pagar rumah di rapikan dan dipercantik, rumah di bersihkan bahkan tidak jarang umbul-umbul di kibarkan di depan rumah. Karena kemeriahannya saya menyebut lebaran Idul Adha dengan lebaran Bugis. Sedangkan bagi orang Luwu lebaran haji memang “kelasnya” di bawah lebaran Idul Fitri. Dengan orang Bugis kami hidup rukun berdampingan, perbedaan bahasa bukan halangan persatuan. Sayangnya tradisi ini sudah mulai memudar dengan sudah jarangnya orang Bugis di kampung kami, sejak tragedi  SARA beberapa tahun lalu banyak orang Bugis memilih balik ke kampung mereka di Soppeng juga telah banyak orang Bugis yang berasimilasi dengan penduduk asli.
Sejak kuliah saya sulit lagi menjumpai keramahan dan kemurahan hati orang Bugis yang memanggil kami kerumahnya. Tradisi ini seperti lenyap di telan bumi, pulang bersama kembalinya orang-orang Bugis di kampung mereka di tanah Soppeng.
Dan kemarin saya berlebaran di salah satu daerah Bugis yaitu di kabupaten Barru. Saya justru tidak merasakan greget lebaran Bugis seperti dulu, suasananya biasa-biasa saja yang berbeda bahwa tradisi mudik saat lebaran Bugis masih tetap lestari. Bayangkan dua hari jelang lebaran, di pinggiran kota Makassar macet gara-garanya para pemudik antri menunggu tumpangan mobil ke daerah masing-masing, antrean lumayan panjang sampai 5 kilometer. Kembali ke suasana lebaran di kampung Bugis di Barru justru tidak semeriah lebaran Bugis di kampung Toraja. Mungkin karena telah terjadi pergeseran tradisi, atau bisa jadi karena tradisi Bugis Barru tempat saya sekarang memang berbeda dengan Bugis Soppeng asal para perantau Bugis di kampung Toraja.
Lebaran Bugis di kampung Toraja selalu dalam kenangan, simbol persatuan dua suku yang masih serumpun bersaudara, mengikat perbedaan dan saling menghargai masing-masing tradisi. Inilah satu sisi Indonesia yang majemuk yang mampu menggetarkan hati.

Minggu, 01 April 2012

Visi dan Misi Sulawesi Selatan


Visi Sulawesi Selatan sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 - 2013, merupakan gambaran, sikap mental dan cara pandang jauh ke depan mengenai organisasi sehingga organisasi tersebut tetap eksis, antisipatif dan inovatif. Berdasarkan kondisi dan tantangan yang akan dihadapi Sulawesi Selatan, serta dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka Visi Pembangunan Sulawesi Selatan Tahun 2009 – 2013 adalah :
"SULAWESI SELATAN SEBAGAI PROVINSI SEPULUH TERBAIK DALAM PEMENUHAN HAK DASAR"
Untuk memberikan kejelasan tentang makna yang terkandung dalam visi tersebut, maka Pemerintah Provinsi melaksanakan Misi sebagai berikut :
  1. Meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat
  2. Mengakselerasi laju peningkatan dan pemerataan kesejahteraan melalui penguatan ekonomi berbasis   masyarakat
  3. Mewujudkan keunggulan lokal untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi wilayah
  4. Menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan yang inovatif
  5. Menguatkan kelembagaan dalam perwujudan tatakelola yang baik

Visi dan Misi Dinas Kesehatan
Visi
Memperhatikan visi Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan yang tertera pada Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan 2003-2007 yaitu : Sulawesi Selatan menjadi lebih maju dan terkemuka dalam penerapan kepemerintahan yang baik, maka berdasarkan visi tersebut diatas serta melalui proses analisis lingkungan strategis bidang kesehatan yang meliputi lingkungan internal dan eksternal dan analisis SWOT dirumuskan Visi Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan 2003-2007 sebagai berikut :
"Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan menjadi terkemuka dalam menerapkan pelayanan prima menuju Propinsi Sulsel Sehat 2008"
Terkemuka adalah sejajar dengan institusi di Propinsi Sulawesi Selatan yang telah maju dan provinsi-provinsi lainnya yang telah maju di Indonesia.
Menerapkan dalam hal ini adalah menerapkan peran dan fungsi kepemerintahan di bidang kesehatan yakni membimbing, mengawasi, mengendalikan, membina dan melaksanakan.
Pelayanan prima adalah jasa dan program yang sesuai standar pelayanan, kepuasan konsumen serta aparatur yang professional untuk mewujudkan pengelolaan kepemerintahan yang baik.
Provinsi Sulsel Sehat 2007 adalah Provinsi Sulsel dimana masyarakatnya hidup dalam situasi lingkungan sehat, perilaku sehat, mengakses pelayanan kesehatan sehingga dapat memiliki derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Misi
  1. Menata Sistem Kesehatan Daerah yang sesuai dengan kondisi daerah
  2. Meningkatkan dan memantapkan pelayanan prima menuju Provinsi Sulawesi Selatan Sehat
  3. Mendorong pemberdayaan, kemandirian masyarakat dan swasta dalam pembangunan kesehatan
  4. Memberikan pembinaan, pengawasan dan pengendalian dalam pembangunan kesehatan

Visi dan Misi Dinas Peternakan
Visi
Penetapan Visi sebagai bagian dari perencanaan strategis merupakan langkah penting dan strategis dalam suatu organisasi. Oleh karena itu meskipun organisasi dihadapkan pada berbagai tantangan dan tuntutan pentingnya perbaikan pelayanan, efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya namun penetapan visi tetap menjadi keharusan. Visi yang dirumuskan terutama untuk memenuhi tuntutan masa depan yang sulit diperhitungkan sejak sekarang. Visi memainkan peran yang menentukan dalam dinamika perubahan sehingga organisasi dapat bergerak maju, fleksibel menuju sasaran masa depan yang lebih baik. Dengan kata lain visi merupakan rekonstruksi keadaan yang diharapkan dapat dicapai dimasa yang akan datang.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dirumuskan visi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan lima tahun kedepan (2008-2013) sebagai berikut :
"Sulawesi Selatan sebagai Pemasok Utama Ternak Potong dan Bibit Tahun 2013"
Misi
Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, maka dirumuskan misi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai berikut :
  1. Menyediakan pangan asal ternak yang ASUH, cukup dan berkualitas;
  2. Memberdayakan Sumber Daya Manusia Peternakan untuk menghasilkan produk yang berdaya saing di pasar domestic dan global;
  3. Menciptakan peluang-peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat;
  4. Menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis dan agroindustri peternakan;
  5. Memanfaatkan dan melestarikan sumber daya pendukung

Visi dan Misi Dinas Perkebunan
Rumusan Visi Pembangunan Perkebunan di Sulawesi Selataan didasarkan atas beberapa Kriteria Pembangunan dan mengacu pada aspek/ ruang lingkup sebagai berikut :
Pendapatan dan kualitas SDM petani, penciptaan produksi yang memiliki daya saing tinggi, pemantapan ekonomi kerakyatan, pengembangan pangan pada areal Perkebunan, Pengembangan Agribisnis berbasis perkebunan serta Peningkatan Kesejahteraan Petani Perkebunan.
Visi
Sejalan dengan visi Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2008 - 2028 yang telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah ( RPJPD ) Provinsi Sulawesi selatan, yaitu :
“SULAWESI SELATAN MENJADI WILAYAH TERKEMUKA DI INDONESIA MELALUI PENDEKATAN KEMANDIRIAN LOKAL YANG BERNAFASKAN KEAGAMAAN“
Serta memeperhatikan Visi Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan 2008 – 2013 yaitu:
“SULAWESI SELATAN SEBAGAI PROVINSI SEPULUH TERBAIK DALAM PELAYANAN HAK DASAR YANG DIDUKUNG KELEMBAGAAN PEMERINTAH YANG TERPERCAYA“ ,
maka Visi Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan 2008 – 2013 dirumuskan sebagai berikut :
“TERWUJUDNYA KOMODITAS UNGGULAN PERKEBUNAN YANG BERDAYA SAING TINGGI MENUJU MASYARAKAT YANG SEJAHTERA"
Masyarakat Perkebunan adalah seluruh petani yang terlibat dalam pengelolaan usaha tani Perkebunan baik Perkebunan Rakyat maupun Perkebunan Besar dan Stake Holder lainnya yang dibina melalui wadah kelompok tani, dimana diharapkan agar kelompok tani tersebut dapat bergabung bersama – sama kelompok tani lainnya, untuk membangun kelembagaan ekonomi kerakyatan secara komprehensip sehingga terbentuk apa yang disebut Koperasi (Primer Sekunder).
Melalui koperasi ini dibina menjadi petani yang professional. Petani yang profesional adalah petani yang memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan mengakses permodalan, mengelola usahataninya sendiri, sudah dapat menerapkan teknologi dengan baik serta mampu memasarkan sendiri hasil / produksinya tanpa bantuan dari pemerintah. Dengan demikian maka petani yang sudah dibina melalui kelompok dan telah menjadi anggota koperasi diharapkan telah mempunyai kemampuan untuk dapat bermitra dengan perusahaan (Industri) pada setiap kawasan sentra komoditas unggulan. Selanjutnya petani dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam industri dan dapat memperoleh saham dari perusahaan Industri. Demikian pula sebaliknya perusahaan industri menanamkan sahamnya kepada petani sehingga keuntungan yang diperoleh dapat dibagi secara patungan. Sehingga terjadi Integrasi antara On Farm dengan Off Farm, sehingga pembangunan perkebunan berjalan lebih efisien dan efektif.
Olehnya itu dalam jangka pendek 1 – 5 tahun (Tahun 2008 – 2013) adalah tahap awal dengan memberdayakan melalui pendampingan hingga menjadi profesional melalui Pembinaan kelembagaannya, selanjutnya akan diintegrasikan dengan Industri melalui pola – pola pengembangan seperti pola Koperasi dengan Investor, Pola Investor dengan Koperasi dan lain – lain penggabungan antara Koperasi dengan Investor, maka petani akan dilibatkan di dalam Dewan Direksi atau Dewan Komisaris artinya tanaman petani merupakan asset Perusahaan dan sebaliknya Industri (Pabrik) merupakan milik petani.
Dengan demikian maka dikotomi yang selama ini berlangsung di PIR dapat dihindari, dan terjadi integrasi On Farm dan Off Farm dalam suatu kawasan sentra produksi komoditas unggulan.
Misi
Berdasarkan Visi Dinas Perkebunan Propinsi sulawesi Selatan tersebut di atas, maka hakikatnya misi yang akan di emban adalah mendukung terwujudnya visi tahun 2013, dengan rumusan misi sebagai berikut :
  1. Menciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha Perkebunan.
  2. Memberdayakan masyarakat Perkebunan melalui pendampingan serta pengelolaan sumberdaya secara optimal, professional dan transparan.
  3. Mengembangkan Perkebunan yang berbudaya Industri dengan landasan efisiensi dan berkelanjutan (sustainability).
  4. Mendorong masyarakat Perkebunan untuk profesional dalam pengelolaan usahataninya.

Visi dan Misi Dinas Pendapatan Daerah
Visi
Visi Dinas Pendapatan Daerah pada dasarnya tidak terlepas dan Visi Sulawesi Selatan dan Visi Pemerintah Proivinsi Sulawesi Selatan yaitu “Sulawesi Selatan menjadi Wilayah Terkemuka di Indonesia melalui pendekatan kemandirian Iokal yang bernafaskan keagamaan “
Selain itu juga harus selaras dan mendukung Visi dan Misi Gubernur Sulawesi Selatan 2008 — 2013, yaitu “Sulawesi Selatan sebagai Provinsi sepuluh terbaik dalam pemenuhan Hak Dasar “
Penetapan Visi Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di samping harus berlandaskan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, juga harus merujuk pada tugas Pokok Dinas , yaitu ” Merumuskan Kebijakan Operasional dan melaksanakan sebagian kewenangan Desentralisasi Provinsi dan kewenangan Iain yang dilimpahkan oleh Gubernur”.
Untuk kurun waktu 2008— 2013 Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan hendaknya mampu mendukung pelaksanaan akselerasi Pembangunan Daerah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dan atas dasar hasil evaluasi pencapaian sasaran dan kinerja Renstra 2003-2007 untuk kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan menetapkan Visi sebagai berikut :
Visi Dispenda Pr0vinsi Sulawesi Selatan 2008 — 2013

“Terkemuka dalam pengelolaan pendapatan daerah dan pemberian pelayanan kepada masyarakat“
Misi
Untuk mewujudkan Visi sebagaimana tersebut di atas, maka ditetapkan Misi Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai berikut :
  1. Meningkatkan penerimaan Pendapatan Daerah sebagai sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
  2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan pendapatan
  3. Meningkatkan kinerja Sumber Daya Aparatur dan Organisasi.
  4. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak kepada Daerah/Negara
  5. Meningkatkan koordinasi dan pengandalian operasional

Rabu, 28 Maret 2012

Lirik Lagu Sulawesi Selatan Angin Mamiri



Lirik :
Angin mamari ku pasang
Pitujui tongtongana
Tusarua takkan lupa
Eaule na mangu rangi
Tutenaya, tutenaya parisina


Batumi angin mamiri
Angin ngerang dingin-dingin
Nama lonta sari kuku
Eaule na mangu rangi
Matolorang, matolorang jenemato