Rabu, 31 Oktober 2012

Ronrong Lino : Pengetahuan Orang Melayu Makassar tentang Gempa Bumi

Ronrong Lino adalah salah satu kearifan lokal yang dimiliki oleh orang Melayu Makassar yang bermukim di wilayah Sulawesi Selatan. Ronrong Lino berupa naskah kuno yang berisi tentang ramalan peristiwa yang dihubungkan dengan waktu terjadinya bencana gempa bumi. 
1. Asal-usul 

Orang Makassar tidak hanya dikenal sebagai kaum pelaut yang gagah berani. Suku bangsa Melayu serumpun yang terdapat di Indonesia bagian timur ini ternyata juga punya warisan budaya berupa karya sastra yang cukup dikenal. Salah satunya adalah Lontara Patturioloanna to Gowaya, yakni sebuah kitab sastra yang berisi beragam cerita tentang sejarah raja-raja Gowa dan pengetahuan budayanya (Syarifudin Kulle, dkk., 2010). Di dalam kitab yang berupa lontaran (lontar) ini, terkandung banyak sekali ilmu pengetahuan yang diwariskan oleh leluhur orang Makassar, salah satunya adalah Ronrong Lino.

Ronrong lino adalah pengetahuan leluhur orang Makassar yang berisi tentang ramalan peristiwa berdasarkan gempa bumi yang dihubungkan dengan bulan terjadinya peristiwa tersebut. Berdasarkan ramalan ini, orang Makassar zaman dulu memiliki berbagai persiapan dalam rangka mengarungi hidup. Wujud asli teks ronrong lino (juga seluruh teks dalam lontara) adalah berupa catatan kuno berbahasa Makassar namun ditulis dengan aksara Arab. Namun, saat ini hanya sedikit orang yang mampu dan mau membaca lontara ini. Akibatnya, pengetahuan yang terkandung di dalamnya pun terancam punah (Kulle, dkk. 2010).

2. Konsep Ronrong Lino 

Syarifudin Kulle dan kawan-kawan (2010) menerjemahkan konsep Ronrong Lino dari bahasa Makassar ke bahasa Indonesia secara harfiah sebagai berikut:

Menurut leluhur Bugis, ramalan ini didasarkan pada pengetahuan bahwa tanah/bumi ini itu laksana laki-laki dan perempuan. Tanah/bumi diciptakan Allah SWT di tanduk kerbau Jawa. Kerbau Jawa itu batu tempat berdirinya. Batu itu telur tempat berpijaknya. Telur itu ikan tempat berpijaknya. Ikan air tempat hidupnya. Air berpijak di kilat, kilat dari gemuruh berpijak dan gemurug dari awan berpijak, itulah yang disebut siksa. Allah menciptakan setan dan malaikat yang menguasai langit dan tanah. Jika Allah menginginkan bencana, ditariklah urat tanah oleh malaikat, itulah gempa bumi. Takdir baik dan buruk yang menimpa masyarakat seiring gempa bumi bergantung pada bulan kejadiannya (Kulle, dkk. 2010).

Ronrong Lino menjadi semacam nubuat yang didasarkan atas peristiwa gempa bumi berdasarkan waktu terjadinya. Adapun waktu-waktu yang dimaksud beserta maknanya adalah sebagai berikut:

a. Bulan Muharam
  • Bila gempa terjadi pada waktu Subuh, maka akan ada peperangan.
  • Bila terjadi waktu Duha (pagi menjelang siang), maka pertanda barang-barang akan dijual dengan harga besar.
  • Bila terjadi pada tengah hari, maka pertanda akan datang berkah dan rejeki.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda akan ada peperangan.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda akan ada pembesar akan lengser.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda banyak orang mati dalam peperangan.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda akan datang rejeki dari Allah.
b. Bulan Safar
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda pemerintah tidak melaksanakan amanah.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda wabah penyakit akan datang.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda akan datang peperangan.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan ada pembesar yang akan lengser.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda tanah longsor dan bencana alam lainnya akan menimpa.
c. Bulan Rabbiul Awal
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda bencana kelaparan akan datang.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda akan datang berkah.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda akan datang tamu dari jauh.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda baik bagi penduduk.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan datang peperangan.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda buruk bagi penduduk.
d. Bulan Rabbiul Akhir
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda penduduk akan mengungsi karena ada bahaya mengancam.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda penduduk akan mendapat berkah.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka penduduk akan mendapat rejeki dari Allah yang datang dari langit dan bumi.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda akan terjadi peperangan.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda negeri akan ditimpa malapetaka.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda dunia sudah tua dan akan kiamat.
e. Bulan Jumadil Akhir
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda penduduk akan bersuka ria.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda akan ada peperangan.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda akan datang tamu dari jauh.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda buah-buahan akan tumbuh.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan timbul kekacauan di mana-mana.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda alamat buruk bagi penduduk suatu negeri.
f. Bulan Jumadil Awal
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda terjadi keributan di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda akan datang petaka di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda banyak orang yang akan kerasukan atau kesurupan.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda akan terjadi pertumpahan darah di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan terjadi angin topan.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda alamat buruk bagi penduduk.
g. Bulan Rajab
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda penduduk negeri akan bersuka ria.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda wabah penyakit akan melanda negeri.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda akan terjadi keributan di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda penduduk akan hidup sejahtera.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda akan datang kesejahteraan.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda alamat baik bagi suatu negeri.
h. Bulan Sya’ban
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda alamat buruk bagi penduduk.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda negeri akan mendapat murka dari Allah.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda tanaman padi akan tumbuh dengan baik dan penduduk akan sehat.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda alamat baik bagi suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Maghrib atau Isya’, maka pertanda alamat buruk bagi penduduk suatu negeri.
i. Bulan Ramadhan
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda akan ada raja/pembesar yang wafat.
  • Bila terjadi waktu Duha, maka pertanda akan terjadi peperangan di suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Dzuhur, maka pertanda baik bagi penduduk suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Ashar, maka pertanda buruk bagi penduduk negeri.
  • Bila terjadi waktu Maghrib, maka pertanda wabah penyakit akan melanda suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu Isya’, maka pertanda akan ada pujian dari negara luar terhadap suatu negeri.
j. Bulan Syawal
  • Bila gempa terjadi saat Subuh, maka pertanda akan terjadi perselisihan di penduduk suatu negeri.
  • Bila terjadi waktu malam, maka pertanda banyak warga akan tewas.
k. Bulan Zulqaidah
  • Bila gempa terjadi saat siang hari, maka pertanda akan terjadi bencana kelaparan.
  • Bila terjadi waktu malam, maka pertanda harga barang-barang akan murah dan Allah menurunkan rejeki pada penduduk suatu negeri.
l. Bulan Zulhijah
  • Bila gempa terjadi saat siang hari, maka pertanda akan terjadi bencana kelaparan, namun penduduk masih bisa tenang karena usaha penanggulangan akan berhasil.
3. Nilai-nilai 

Pengetahuan orang Makassar tentang Ronrong Lino mengandung nilai-nilai luhur dalam kehidupan, antara lain:
  • Melestarikan tradisi. Ronrong Lino merupakan tradisi yang penuh ajaran luhur. Mengingat saat ini generasi orang Makassar yang dapat membaca lontara aslinya, maka penerjemahan penting untuk terus dilanjutkan sebagai usaha pelestarian tradisi.
  • Nilai Sastrawi. Nilai ini tercermin dari teks Ronrong Lino sebagai karya sastra orang Makassar yang ditulis dalam bentuk cerita sastra yang penuh makna.
  • Menerapkan ajaran Islam. Ronrong Lino berhubungan erat dengan ajaran Islam tentang ketuhanan. Olehn karena itu, pemahaman terhadap pengetahuan ini juga merupakan penerapan terhadap ajaran agama Islam.
  • Memahami tanda-tanda. Nilai ini tercermin dari peristiwa gempa bumi yang harus diambil maknanya dari tanda-tanda yang ada dengan dihubungkan dengan bulan terjadinya.
4. Penutup 

Ronrong Lino adalah salah satu bentuk kearifan lokal orang Makassar. Dengan pengetahuan ini, leluhur orang Makassar mengajarkan untuk mempersiapkan diri terhadap bencana yang terjadi. Pengetahuan ini sepertinya menguatkan akan fakta betapa negeri ini rentan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, dan sebagainya, sehingga pengetahuan ini penting untuk dilestarikan.

(Artikel ini pernah dimuat di www.melayuonline.com)

Referensi
  • Syarifudin Kulle, dkk. 2010. Lontara Patturioloanna tu Gowaya. Gowa: Proyek Pengembangan Minat dan Budaya Baca Dinas Pendidikan Nasional.

Kamis, 25 Oktober 2012

Tradisi Maudu' Lompoa (Maulid Nabi) di Cikoang

Maulid Akbar Cikoang atau biasa disebut Maudu’ Lompoa Cikoang (dalam bahasa Makassar) merupakan perpaduan dari unsur atraksi budaya dengan ritual-ritual keagamaan yang digelar setiap tahun di Bulan Rabiul Awal berdasarkan Kalender Hijriyah yakni untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh masyarakat Cikoang sebagai turunan anak cucu Nabi Muhammad SAW yang datang menyebarkan ajaran agama Islam di Cikoang dan sampai saat ini dikenal dengan nama keluarga Sayyek. Kagiatan untuk tahun ini rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 16 April 2007. Maudu Lompoa Cikoang adalah pesta keagamaan masyarakat Cikoang yang sarat dengan nilai-nilai budaya yang terus dilestarikan turun-temurun. Pelaksanaan Maudu Lompoa mempunyai ritual-ritual dan prosesi adat yang dilaksanakan selama 40 hari sebelum puncak acara pesta.

Prosesi Ritual Maudu Lompoa antara lain ;
  • A’je’ne’-je’ne’ Sappara : Prosesi awal yang wajib dilakukan oleh masyarakat Cikoang yang akan melakukan Maudu Lompoa. Proses ini hanya dilakukan pada tanggal 10 Bulan Syafar setiap tahunnya, dalam proses mandi ini dipimpin oleh ‘Anrong Guru’ yang diikuti oleh ribuan warganya dengan tujuan atau dipercaya dapat membersihkan jiwa dan raga dari najis.
  • Annyongko Jangang : Proses menangkap dan mengurung ayam yang akan digunakan dalam acara Maudu Lompoa. Proses mengurung ayam ini berlangsung selama 40 hari 40 malam dan bertujuan untuk menghindari atau membersihkan ayam dari kotoran-kotoran yang mengandung najis baik makanannya maupun tempatnya.
  • Angnganang Baku : Proses membuat tempat menyimpan makanan yang akan digunakan dalam Maudu Lompoa. Bakul tersebut dari daun lontar, proses ini tidak boleh dilakukan oleh wanita haid serta pembuatannya hanya boleh berlangsung dalam bulan Syafar.
  • Anggalloi Ase : Proses menjemur padi. Dalam proses ini padi dijemur dalam lingkaran pagar untuk menghindarkan padi dari sentuhan najis yang dibawa oleh binatang. Proses ini hanya boleh berlangsung pada bulan Rabiul Awal.
  • A’dengka Ase : Proses menumbuk padi hanya dilakukan pada bulan Rabiul Awal. Dalam proses ini tidak diperbolehkan menggunakan mesin melainkan hanya menggunakan lesung.
  • Ammisa’ Kaluku : Proses mengupas kelapa, dimana kelapa yang akan dikupas harus kelapa yang utuh, dalam pengertian tidak cacat dan sebisa mungkin berasal dari kebun sendiri serta dipanjat sendiri. Dalam pengupasannya harus di tempat yang bersih dan terhindar dari najis.
  • Ammolong Jangang : Proses penyembelihan ayam harus menggunakan pisau yang tajam serta wajib hukumnya menghadap ke Kiblat, tempat yang digunakan untuk menyembelih ayampun haruslah dikelilingi pagar agar terhindar dari najis.
  • Pamatara Berasa : Proses memasak beras tetapi tidak sampai menjadi nasi siap saji (setengah matang) ini dimaksudkan agar beras/nasi tersebut tidak mudah basi.
  • Ammonei Baku’ : Proses mengisi Bakul dengan nasi setengah matang, ayam goring, telur masak. Dalam mengisi bakul diharamkan bagi wanita haid, dan mengisinya dengan do’a-do’a tertentu.
  • Anno’do’ Bayao : Proses menghias telur dengan warni-warni tertentu agar tampak menarik dan diberi pegangan dari bambu yang diruncingkan. Tujuan kegiatan ini agar telur dapat berdiri tegak di atas bakul sekaligus untuk memperindah penampakan bakul.
  • A’Rate’ : Kegiatan A’rate’ adalah menyanyikan puji-pujian dalam bahasa Al-Qur’an (Bahasa Arab) yang bertujuan untuk mengucap syukur dan terima kasih kepada Allah SWT dan serta Nabi Muhammad SAW atas limpahan berkah dan rezeki yang diterimanya sekaligus sebagai do’a keselamatan. Proses ini dipimpin oleh Anrong Guru.
  • Julung-Julung / Kandawari : Kedua tempat ini adalah tempat untuk menyimpan baku’ maudu yang telah dirateki yang mana diartikan sebagai perumpamaan kendaraan Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra’ Mi’raj yang bernama Rafa Rafing.
- Julung-julung adalah tempat yang berbentuk perahu dan memiliki tiang atau kaki.
- Kandawari adalah tempat yang berbentuk segi empat yang juga mempunyai kaki. 

Sumber : Kantor Pariwisata Kabupaten Takalar

Minggu, 14 Oktober 2012

Upacara Kematian Adat Toraja

Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.
Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya(dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.

Sebuah makam.
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.
Toraja demikian dikenal dengan tradisi upacara penyempurnaan kematian yang sering disebut rambu solo. Saya menyebutnya upacara penyempurnaan kematian, karena seseorang yang meninggal baru akan dianggap benar-benar telah meninggal setelah keseluruhan prosesi dalam upacara ini digenapi. Sebelum digenapi prosesinya, orang yang meninggal hanya dianggap sedang "sakit" atau "lemah", sehingga jasadnya tetap dibaringkan di tempat tidurnya serta kepadanya selalu duhidangkan makanan & minuman, sirih pinang atau rokok, bahkan tetap diajak berdialong sekalipun sudah tentu tidak akan memberikan suara. Pokoknya tetap diperlakukan seperti orang yang belum mati.

Lebih daripada itu, rambu solo merupakan upacara pembekalan dan persembahan kepada yang meninggal untuk melangkah ke alam roh, kembali kepada keabadian bersama para leluhur melalui sebuah peristirahatan yang disebut PUYA. Bekal dan pendamping perjalanan menuju keabadian ini tidak terbatas pada hewan korban yang disembelih pada upacara saja, tapi juga pada harta benda berupa pakaian, perhiasan, hingga uang yang dihantarkan bersama jasad orang yang meniggal ke tempat pekuburan. Kepada leluhur yang telah meniggal jauh sebelumnya, dapat pula dititipkan persembahan korban sembelihan melalui sanak keluarganya yang sedang diupacarakan. Dalam setiap upacara inilah kesetiaan dan kecintaan setiap toraja kepada para leluhurnya, di dalam hidup dan matinya.

Toraja percaya bahwa setelah meniggal, arwah seseorang akan menempuh perjalanan ke PUYA. Puya ini sendiri adalah nama sebuah kampung di wilayah selatan tana toraja. Di sanalah dunia dimana para arwah berada, yang kemudian pada suatu waktu nanti akan mengalami transformasi kembali menjadi setingkat dewa yang berdiam di langit, tempat manusia dibentuk untuk pertama kalinya. Toraja menyebutnya to mebali puang.

Kembali tentang rambu solo sebagai upacara penyempurnaan kematian, segala persembahan yang dibawa oleh seorang yang meniggal akan menentukan juga statusnya di alam Puya. Tanpa bekal yang pantas, arwah seseorang tidak akan diterima dengan layak ketika tiba di Puya.

 

 Source :